Eco Green Campus UIN RF

ECOGREEN Campus

Artikel

Hari Lingkungan Hidup Internasional dan Langkah Komprehensif Universitas dalam Mendukung Misi Keberlanjutan

Tanggal 5 Juni 1972, PBB bersama pemimpin-pemimpin dunia menggelar Konferensi di Stockholm, Swedia, untuk pertama kali membahas isu lingkungan. Konferensi tersebut menghasilkan 3 poin ketetapan, yaitu: pertama, Deklarasi bersama yang berisi prinsip-prinsip dalam mengelola lingkungan hidup internasional dengan penerapan hukum lingkungan internasional. Kedua, memuat rencana aksesi tatak Kelola sumber daya alam dan pengendalian pencemaran lingkungan. Ketiga, dari segi kelembagaaan, dibentuk United Nations Environment Program (UNEP), suatu badan yang menangani program-program lingkungan.

Hari ini, 50 tahun telah berlalu sejak Konferensi Stockholm. Kelembagaan baik di level global maupun nasional dalam memotori tantangan lingkungan telah jauh berkembang. Rata-rata negara di dunia telah memiliki regulasi untuk memastikan bahwa pembangunan harus memperhatikan nilai-nilai berkelanjutan. Program dan inisiatif untuk menjaga bumi pun telah jauh berkembang. Demikian pula kajian-kajian tentang lingkungan yang dimotori oleh perguruan tinggi telah jauh berkembang baik dari sisi ilmu sains maupun sosial.

Perubahan perilaku untuk bumi yang lebih baik adalah salah satu megatrends yang tengah menjadi prioritas pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil di seluruh dunia. Tidak terkecuali Pemerintah Indonesia. Target net zero emission ditetapkan pada tahun 2060. Visi utama tersebut dilakukan dengan proses tahap demi tahap. Tahap pertama, pemerintah menarget pengurangan emisi sebesar 29% pada tahun 2030. Jika dengan bantuan internasional, targetnya meningkat hingga 41% pada tahun 2030.

Dalam mencapai langkah yang ambisius tersebut, perlu kolaborasi multi stake holder sertatransfer knowledge dan teknologi secara terus menerus. Universitas, sebagai lembagapendidikan, penelitian, dan pengabdian, memiliki peran terdepan dalam mendukung upayamencipatakan tata dunia yang lebih berkelanjutan dan pro-lingkungan, terkhusus melaluipengembangan pengetahuan dan teknologi. Studi dan riset secara multidisipliner daninterdisipliner menjadi kunci kolaborasi intelektual. Penanaman nilai-nilai “sustainability” dalamaspek pendidikan juga tidak kalah penting untuk diperkuat. Sehingga mahasiswa dapat menjadiagen dalam menjaga bumi yang lebih baik sembari tetap mengembangkan pembangunanekonomi.

Akan tetapi, satu hal yang harus diingat, universitas juga berpeluang menjadi penyumbang masalah lingkungan dalam bentuk emisi karbon. Puluhan ribu mahasiswa yang datang ke kampus setiap harinya dengan kendaraan pribadi ikut menyumbang pelepasan emisi di jalanan. Aktivitas akademik yang menuntut penggunaan kertas dan plastik juga menghasilkan sampah dan limbah yang jumlahnya tidak sedikit. Eksperimen dan penelitian di kampus-kampus pun menuntut penggunaan energi secara terus-menerus. Tanpa transisi yang komprehensif menuju tata kelola yang lebih berkelanjutan, kampus justru dapat menjadi penyebab bagi emisi karbon itu sendiri.

Konsep sustainable university menjadi solusi dan menawarkan universitas untuk bertransformasi dari tata kelola konvensional menjadi tata Kelola yang berkelanjutan. Menurut UI Green Metrics, salah satu lembaga pemeringkatan sustainable universities, transformasi tersebut setidaknya dapat di breakdown menjadi enam bidang: Pertama, infrastruktur. Kampus perlu memastikan pembangunan infrasruktur yang menerapkan konsep green building dan smart building yang berorientasi pada penghematan energi dan minimalisasi pelepasan green house gasses. Tata Kelola ruang pun harus diperhatikan dan mengakomodasi porsi 30% are terbuka hijau. Kedua, energi. Kampus juga harus melakukan transisi dari sumber energi lama (fossil fuel) menjadi energi yang lebih terbarukan. Ketiga, tata kelola limbah. Limbah kampus umumnya dihasilkan dari kertas, plastik dan domestik. Oleh karena itu penting untuk memastikan bahwa penggunaannya diminimalisisr sekaligus ada upaya pendauran ulang limbah sampah dan plastik menjadi produk tepat guna.

Keempat, penggunaan air juga harus dikelola dengan efisien sehingga tidak terjadi pemborosan. Kelima, aspek transportasi kampus harus diubah dengan orientasi mengurangi carbon foot print per kapita. Artinya, kendaraan berbahan bakar fossil harus dikurangi di lingkungan kampus sembari memperbanyak sarana dan prassarana untuk transportasi massal dan akses bagi pejalan kaki dan sepeda. Keenam, kampus harus melakukan transisi tridharma perguruan tinggi dan menanamkan nilai-nilai “keberlanjutan” dalam ketiga aspeknya, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Jika universitas atau kampus mampu memenuhi enam kriteria di atas, maka dapat dijustifikasi bahwa kampus telah berupaya nyata untuk ikut melakukan transisi menuju tata dunia yang berkelanjutan dan lebih ramah terhadap lingkungan hidup.

Tiga Dimensi Transisi UIN Raden Fatah Palembang

Enam bidang adaptasi tersebut dapat diimplementasikan melaui tiga dimensi transisi,
diantaranya:

1. Dimensi Anggaran
Upaya transisi atau adaptasi dari tata kelola lama (tidak berkelanjutan) menjadi tata kelola baru yang berkelanjutan membutuhkan dukungan dan kepastian anggaran. Permasalahannya adalah universitas sering kali tidak memiliki fleksibilitas penggunaan anggaran karena seluruh uang telah memiliki pos-posnya masing-masing. Sehingga penambahan anggaran di satu bidang harus mengurangi anggaran di bidang yang lain. Hal ini semakin terasa dengan besarnya kebutuhan anggaran untuk melakukan transisi dan sulitnya untuk mengubah struktur anggaran yang tidak mudah, apalagi pada universitas negeri. Mengenai hal ini, komitmen politik anggaran pimpinan universitas menjadi kunci agar transisi menuju tata kelola berkelanjutan menjadi prioritas dan mendapat porsi anggaran yang memadai.

2. Dimensi Kebijakan dan Program Inovatif
Aspek kebijakan tidak kalah penting dalam proses transisi. Untuk mewujudkan kampus berkelanjutan, perlu adanya perubahan perilaku seluruh sivitas akademika yang radikal (green movement). Dari membawa kendaraan, menjadi berjalan kaki; dari merokok menjadi tidak merokok; dari membeli air minum kemasan menjadi membawa botol minuman mandiri; dari penggunaan kertas menjadi elektronik; dari boros listrik menjadi hemat; dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan yang radikal tersebut membutuhkan kebijakan sebagai bentuk “pemaksaan” secara formal.

Kampus juga dituntut untuk senantiasa membuat program yang inovatif, terutama memanfaatkan teknologi informasi. Misalnya melakukan proses bimbingan skripsi menggunakan sistem informasi untuk meminimalisir penggunaan kertas, atau memanfaatkan e-repositori agar skripsi tidak lagi di print out. Kebijakan inovatif juga dapat dilakukan dalam aspek tridharma perguruan tinggi. Sebagai contoh, membuat program KKN khusus dengan tema pemecahan masalah lingkungan di masyarakat.

3. Dimensi Tridharma Perguruan Tinggi
Aspek tridharma menjadi kunci agar transisi di kampus membawa kebermanfaatan bagi khalayak yang lebih luas. Tridharma yang telah ada selama ini perlu “disusupkan” lebih banyak nilai-nilai tentang keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, mahasiswa menjadi lebih banyak terpapar dengan isu lingkungan yang menumbuhkan kesadaran untuk hidup dan berperilaku pro-lingkungan. Kemudian, mereka akan meneruskan nilai-nilai dan pengetahuan tentang pro-lingkungan dan mengaplikasikannya baik di masyarakat maupun di dunia kerja. Sederhanya, hal ini seperti pencangkokan agen-agen lingkungan di masyarakat.

Pertama, penguatan nilai-nilai lingkungan pada aspek pendidikan. Kampus perlu menyisipkan lebih banyak mata kuliah yang berhubungan dengan lingkungan ke dalam kurikulum setiap program studi. Secara keilmuan, masalah lingkungan dan sustainability bersifat multidisipliner dan interdisipliner. Oleh karenanya, mata kuliah mengenai lingkungan dapat menjadi mayoritas di program studi baik sosial maupun sains. Jika perlu dan tidak bertentangan secara regulasi, dapat pula dengan menjadikan mata kuliah lingkungan sebagai salah satu mata kuliah wajib prodi atau fakultas.

Kedua, penguatan nilai-nilai lingkungan melalui aspek penelitian. Kampus dapat membuat program penelitian afirmatif khusus isu lingkungan. Dalam konteks universitas keagamaan, isunya menjadi lebih menarik jika mengkombinasikan perspektif keagamaan dalam melakukan penelitian tentang isu lingkungan, baik dalam lingkup ilmu sains maupun sosial. Produk penelitian juga selalu menjadi ujung tombak bagi inovasi dan pengembangan teknologi yang sangat berkontribusi bagi transisi menuju tata dunia baru yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan

Ketiga, penguatan nilai-nilai lingkungan melalui aspek pengabdian. Pengabdian kepada masyarakat sudah seharusnya menyentuh problematika masyarakat yang paling mendasar. Hari ini, problem lingkungan telah menjadi masalah di banyak kelompok masyarakat, baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Masalah banjir, sampah, pemukiman kumuh, udara kotor, gizi buruk, seringkali menjadi masalah warga perkotaan. Pada saat yang bersamaan, problem kemiskinan, banjir, kebakaran, polusi asap, dan kelangkaan pangan menjadi isu yang umum di masyarakat pedesaan. Semua isu tersebut terkait dengan bencana iklim. Oleh karenanya, universitas dapat berkontribusi dalam memecahkan masalah di masyarakat terkait dengan bencana iklim dengan menyusun program KKN atau skema pengabdian kolaboratif yang khusus pada klaster pengabdian lingkungan.

Dengan memperkuat tiga dimensi di atas, semoga dapat menunjukkan komitmen dan peran nyata universitas sebagai Lembaga Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian untuk berkontribusi bagi kehidupan manusia yang lebih baik di masa depan, yaitu hidup dengan harmoni dengan alam. Selamat hari lingkungan hidup sedunia 5 Juni 2022. #OnlyOneEarth.

Penulis: Eko Bagus Sholihin (Dosen FISIP UIN RFP dan Wakil Ketua Tim EGC)
Penyunting: Ledis Heru Saryono Putro (Dosen FST UIN RFP dan Ketua Tim EGC)

Informasi
Green Campus

Calendar

April 2024
M T W T F S S
« Jun    
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

©2021 Ecogreen Campus All rights reserved